Ditjen Pajak: PPN 10 Persen Produk Digital Bukan Hal yang Baru

Diposting 04 Aug 2020

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk layanan pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penarikan pajak ini dijalankan setelah pemerintah menunjuk pelaku usaha untuk melakukan pemungutan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN atas produk digital sebenarnya bukan barang baru. Sebab berdasarkan ketentuan, selama ini setiap pembelian barang digital dikenakan pajak sebesar 10 persen.

"PPN atas produk digital luar negeri yang 10 persen itu bukan sesuatu ketentuan yang baru jadi berdasarkan ketentuan yang ada selama ini pun kalau orang di Indonesia, badan di Indonesia siapa pun di Indonesia memanfaatkan produk produk digital yang berasal dari luar negeri itu sebenarnya sudah berutang Pajak Pertambahan Nilai 10 persen," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Saat barang dari luar negeri masuk ke Indonesia pada prosesnya akan dicegat oleh pihak bea dan cukai. Hal itu dilakukan untuk mengenakan biaya bea masuk yang sudah ada dalam aturan. "Impor dari luar negeri dicegat di Bea Cukai kemudian boleh memanfaatkan," ucapnya.

Namun yang menjadi permasalahan adalah konsumen Indonesia harus menyetorkan sendiri PPN sebesar 10 persen. Oleh karena itu pemerintah ingin memperbaiki agar nantinya perusahaan yang membayarkan pajak pertambahan nilai ini.

"Problemnya adalah yang terjadi bahwa di ketentuan kita itu undang-undang PPN kita konsumen di Indonesia ini harus setor sendiri PajakPertambahan Nilai (PPN) 10 persen," jelas Hestu.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Reporter: Merdeka.com